Saturday, April 26, 2014

Integrasi antar sektor dalam perekonomian Indonesia (Bagian I)

Seorang mahasiswa bertanya kepada saya, "Pak, sebenarnya arah perkembangan Indonesia itu diarahkan ke mana dalam fase perkembangan perekonomian berbasis ekstraktif, manufaktur ataukah jasa?". 

Dengan sedikit tertegun aku diam sejenak, untuk mengingat kembali dan menata pengetahuanku tentang perkembangan perekonomian Indonesia. Saya bukanlah dosen ilmu ekonomi makro, meski aku mendapatkan mata kuliah pengantar ekonomi, ekonomi mikro maupun ekonomi makro. Beruntung sekali jaman dahulu mahasiswa Teknik Industri masih mendapat mata kuliah dasar berupa ilmu ekonomi. Saya juga pernah belajar Ekonomi Industri sehingga bagi saya pertanyaan itu sangat mudah untuk dijawab. Namun menerangkan arah perkembangan Indonesia dari aspek ekonomi, bukan hanya menguasai materi, namun juga harus berangkat dari kacamata mahasiswa Teknologi Industri Pertanian. Pada saat itu, aku menjawab kurang lebihnya menggunakan alur cerita di bawah ini.

A. Konteks Global
Fase perkembangan perekonomian tidak dapat dianggap linier begitu saja. Dalam arti kata, tidak bisa dikatakan bahwa sebuah negara yang mengandalkan sektor jasa harus melalui sektor manufaktur terlebih dahulu agar mencapai perkembangan sektor jasa. Atau bukan berarti pula bahwa sebuah negara harus mengolah hasil pertanian terlebih dahulu untuk mencapai negara berbasis jasa. Negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan negara Timur Tengah lain yang hidup dari mengandalkan sektor ekstraktif pertambangan tidak harus mendirikan industri manufaktur terlebih dahulu untuk mencapai sektor jasa. Mereka setelah sekian tahun hidup dan menikmati pendapatan negara dari minyak sehingga telah mengumpulkan modal sedemikian banyak. Setelah terkumpul modal mereka kemudian membangun sektor jasa sebagai sumber pendapatan bangsa ke depan karena sektor ekstraktif itu tak terbarukan. 

Konsep perkembangan ekonomi melalui berbagai fase tersebut diadopsi dari "evolusi" perekonomian di Barat. Sejarah perkembangan di Barat, sebagaimana bangsa-bangsa di belahan bumi lain mengandalkan pada sektor ekstraktif untuk membangun dan memenuhi kebutuhan sebuah negeri. Ketika tidak dapat memenuhi kebutuhan dari dalam negeri, mereka membeli melalui perdagangan yang ada pada saat itu. Dapat dibayangkan betapa pentingnya sektor pertanian dalam artian luas waktu itu. Pertanian dalam arti luas adalah sektor ekstraktif yang diperoleh dari hasil pertanian tradisional, perkebunan, peternakan dan kelautan. Pada fase ini, negeri-negeri yang terletak pada zona tropis maupun subtropis memiliki keunggulan komparatif dibandingkan negeri-negeri pada posisi lintang di atasnya. 

Jalur perdagangan laut maupun darat sangat ramai pada waktu itu antara sisi timur (Asia) dengan sisi Barat (Eropa). Pada waktu itu terdapat jalur sutra (darat) dan jalur laut. Tidak mengherankan apabila perdagangan memperjualbelikan barang-barang dari timur ke barat sangat ramai. Rute perdagangan yang ada menghasilkan beberapa port/pelabuhan maupun kota menjadi supply hub atau titik pasokan. Salah satu kota pelabuhan yang ada adalah Iskandariah di Mesir yang sekarang dikenal sebagai kota Kairo dan kota konstantinopel yang serkarang dikenal sebagai kota Istanbul di Turki.

Penguasaan Konstantinopel oleh Kekhalifahan Turki Utsmani telah menutup jaur perdagangan Eropa. Kejadian itu hanyalah akhir dari perbedaan-perbedaan antara Islam dan Kristen di Eropa yang sebenarnya sudah terjadi sejak sebelum penguasaan tersebut. Jalur perdagangan ke Eropa yang melewati wilayah Timur Tengah yang sering menjadi ladang pertempuran menjadikan harga-harga tidak stabil dan bahkan terancam kontinyitasnya. Oleh karena itu, sejak 1492 negeri Eropa melakukan penjelajahan samudra sampai dengan penguasaan jalur perdagangan hingga berdirinya perusahaan perdagangan multinasional hingga penguasaan secara politis negeri-negeri jajahan di wilayah tropis dan subtropis di Asia maupun Amerika Latin. Indonesia yang kala itu masih terdiri dari berbagai kerajaan kecil tidak luput dari "takdir" sejarah. Perdagangan antar kerajaan di dalam nusantara maupun ke luar nusantara dengan pedagang-pedagang India, Cina dan Melayu dikuasai oleh negeri Eropa yang ekspansif. Perilaku bangsa Eropa yang agresif dan berperan sebagai agresor adalah sudut pandang mereka bahwa Nusantara dan sekitarnya merupakan ladang yang sangat penting. Berkembangnya aliran ekonomi Merkantilisme turut mempengaruhi "perilaku" bangsa Eropa dalam mengeksploarsi dan mengeksploitasi perdagangan luar negeri dengan bangsa-bangsa di wilayah tropis dan subtropis. Inilah yang kelak dikemudian hari menjadikan bangsa Eropa memiliki wilayah di luar benua Eropa.

B. Kontekstualisasi Nusantara dan Indonesia

Jaman dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negeri agraris dengan pertanian sebagai soko guru perekonomian. Bagaimana tidak, sejak jaman kerajaan-kerajaan pertanian  menghidupi negeri Nusantara. Namun, fase ekstraktif ini juga berlaku pada semua bangsa di dunia. Boleh dikatakan, starting awal fase perekonomian berawal dari kegiatan ekstraktif. 

Sejak VOC melakukan bisnis di Nusantara, dan kemudian beberapa wilayah Nusantara berada di bawah kekuasaan negeri Belanda dan dinamai sebagai Hindia Belanda, orientasi perdagangan hasil pertanian berupa tanaman industri. Hal ini turut dipengaruhi oleh aliran ekonomi merkantilis yang mengedepankan ekspor.

Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-16 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia. (Diadopsi dari Wikipiedia)
Proses perubahan aliran Merkantilisme menjadi aliran klasik tidak keseluruhan diadopsi secara merata di Eropa. Inggris dianggap sebagai pengadopsi sukses teori Adam Smith sehingga berhasil melakukan revolusi industri. Fase inilah kemudian didefinisikan sebagai perubahan fase ekstraktif ke industri. Dalam hal ini, persaingan dimenangkan oleh rumpun bangsa Anglo-Saxon (Inggris dan koloni Amerika) dan industrialisasi terjadi di Inggris dan Amerika Serikat bagian Utara. Amerika Serikat bagian selatan masih mengandalkan pada perekonomian berbasis pertanian.

Belanda termasuk terlambat dalam mengadopsi revolusi industri dan terlambat dalam perkembangan perekonomian. Pada tahun 1799, VOC dibubarkan dan semua akses dikuasai oleh Hindia Belanda. Beberapa wilayah nusantara dikuasai oleh Belanda.
Meskipun terlambat dalam melakukan revolusi industri, namun bangsa Belanda dianggap sebagai bangsa pedagang yang mampu menguasai perdagangan perkebunan pada era berdiri sampai dengan pembubarannya.

 

Karena kas keuangan Belanda kosong, sejak 1800 di pulau Jawa dilakukan culturstelsel atau tanam paksa. Dikuasainya Pulau Jawa oleh Belanda dikarenakan sejak jaman VOC kerajaan Mataram yang dikuasai oleh Belanda secara defacto telah dikuasai VOC.

No comments:

Post a Comment